Rendang
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Rendang |
Rendang daging sapi yang tengah dihidangkan dengan ketupat
|
Informasi |
Nama lain |
Rendang Padang |
Asal |
Indonesia |
Daerah |
Sumatera Barat |
Pencipta |
Orang Minangkabau |
Penyajian dan bahan |
Tahapan |
Utama |
Suhu penyajian |
Panas atau suhu ruangan |
Bahan utama |
Daging sapi, santan kelapa, cabai, bumbu |
Variasi |
Rendang ayam, rendang itik (bebek), rendang hati sapi |
Rendang atau
randang adalah masakan
daging bercita rasa pedas yang menggunakan campuran dari berbagai bumbu dan
rempah-rempah. Masakan ini dihasilkan dari proses memasak yang dipanaskan berulang-ulang dengan
santan kelapa.
Proses memasaknya memakan waktu berjam-jam (biasanya sekitar empat jam)
hingga kering dan berwarna hitam pekat. Dalam suhu ruangan, rendang
dapat bertahan hingga berminggu-minggu. Rendang yang dimasak dalam waktu
yang lebih singkat dan santannya belum mengering disebut kalio,
berwarna coklat terang keemasan.
Rendang dapat ditemukan di
Rumah Makan Padang di seluruh dunia. Masakan ini populer di kalangan masyarakat
Indonesia dan negara-negara di
Asia Tenggara, seperti
Malaysia,
Singapura,
Brunei,
Filipina, dan
Thailand. Di daerah asalnya,
Minangkabau, rendang disajikan dalam berbagai upacara adat dan perhelatan istimewa. Meskipun rendang merupakan
masakan tradisional Minangkabau secara umum, masing-masing daerah di Minangkabau memiliki teknik memasak dan penggunaan bumbu yang berbeda.
Pada tahun
2011, rendang dinobatkan sebagai hidangan peringkat pertama dalam daftar
World's 50 Most Delicious Foods (50 Hidangan Terlezat Dunia) yang digelar oleh CNN International.
[1]
Kandungan bahan dan cara memasak
Rendang adalah masakan yang mengandung bumbu rempah yang kaya. Selain bahan dasar daging, rendang menggunakan
santan kelapa (
karambia), dan campuran dari berbagai bumbu khas yang dihaluskan di antaranya
cabai (
lado),
serai,
lengkuas,
kunyit,
jahe,
bawang putih,
bawang merah dan aneka
bumbu lainnya yang biasanya disebut sebagai
pemasak.
Keunikan rendang adalah penggunaan bumbu-bumbu alami, yang bersifat
antiseptik dan membunuh bakteri patogen sehingga bersifat sebagai bahan
pengawet alami. Bawang putih, bawang merah, jahe, dan lengkuas diketahui
memiliki aktivitas antimikroba yang kuat.
[2] Tidak mengherankan jika rendang dapat disimpan satu minggu hingga empat minggu.
Proses memasak rendang asli dapat menghabiskan waktu berjam-jam
(biasanya sekitar empat jam), karena itulah memasak rendang memerlukan
waktu dan kesabaran.
[3]
Potongan daging dimasak bersama bumbu dan santan dalam panas api yang
tepat, diaduk pelan-pelan hingga santan dan bumbu terserap daging.
[4]
Setelah mendidih, apinya dikecilkan dan terus diaduk hingga santan
mengental dan menjadi kering. Memasak rendang harus sabar dan telaten
ditunggui, senantiasa dengan hati-hati dibolak-balik agar santan
mengering dan bumbu terserap sempurna, tanpa menghanguskan atau
menghancurkan daging. Proses memasak ini dikenal dalam seni kuliner
modern dengan istilah 'karamelisasi'. Karena menggunakan banyak jenis
bumbu, rendang dikenal memiliki citarasa yang kompleks dan unik.
-
Proses awal memasak rendang sambil diaduk pelan-pelan, kandungan santannya masih banyak.
-
Proses memasak rendang, mulai berminyak dan kandungan cairan dalam santannya mulai berkurang.
-
Rendang hampir siap, santan telah mengering dan warna daging menggelap.
-
-
Nasi ramas rendang disajikan dengan gulai kol, lado ijo, dan kuah gulai.
Makna budaya
Rendang adalah salah satu hidangan hantaran dalam upacara adat Minang.
Rendang memiliki posisi terhormat dalam budaya masyarakat
Minangkabau. Rendang memiliki filosofi tersendiri bagi masyarakat Minang Sumatera Barat,
[5] yaitu
musyawarah dan mufakat, yang berangkat dari empat bahan pokok yang melambangkan keutuhan masyarakat Minang, yaitu:
- Dagiang (daging sapi), merupakan lambang dari "Niniak Mamak" (para pemimpin Suku adat)
- Karambia (kelapa), merupakan lambang "Cadiak Pandai" (kaum Intelektual)
- Lado (cabai), merupakan lambang "Alim Ulama" yang pedas, tegas untuk mengajarkan syariat agama
- Pemasak (bumbu), merupakan lambang dari keseluruhan masyarakat Minangkabau.
Dalam tradisi Minangkabau, rendang adalah hidangan yang wajib disajikan dalam setiap perhelatan istimewa, seperti berbagai
upacara adat Minangkabau, kenduri, atau menyambut tamu kehormatan.
Dalam tradisi
Melayu, baik di
Riau,
Jambi,
Medan atau
Semenanjung Malaya, rendang adalah hidangan istimewa yang dihidangkan dalam kenduri
khitanan,
ulang tahun,
pernikahan,
barzanji, atau perhelatan keagamaan, seperti
Idul Fitri dan
Idul Qurban.
Sejarah
Asal-usul rendang ditelusuri berasal dari Sumatera, khususnya
Minangkabau. Bagi masyarakat Minang, rendang sudah ada sejak dahulu dan
telah menjadi masakan tradisi yang dihidangkan dalam berbagai acara adat
dan hidangan keseharian. Sebagai masakan tradisi, rendang diduga telah
lahir sejak orang Minang menggelar acara adat pertamanya. Kemudian seni
memasak ini berkembang ke kawasan serantau berbudaya Melayu lainnya;
mulai dari Mandailing, Riau, Jambi, hingga ke negeri seberang di
Negeri Sembilan yang banyak dihuni perantau asal Minangkabau. Karena itulah rendang dikenal luas baik di Sumatera dan Semenanjung Malaya.
Sejarawan
Universitas Andalas,
Prof. Dr. Gusti Asnan menduga, rendang telah menjadi masakan yang tersebar luas sejak orang Minang mulai merantau dan berlayar ke
Malaka
untuk berdagang pada awal abad ke-16. “Karena perjalanan melewati
sungai dan memakan waktu lama, rendang mungkin menjadi pilihan tepat
saat itu sebagai bekal.”
[6]
Hal ini karena rendang kering sangat awet, tahan disimpan hingga
berbulan lamanya, sehingga tepat dijadikan bekal kala merantau atau
dalam perjalanan niaga.
Rendang juga disebut dalam kesusastraan Melayu klasik seperti
Hikayat Amir Hamzah yang membuktikan bahwa rendang sudah dikenal dalam seni masakan Melayu sejak 1550-an (pertengahan abad ke-16).
10:4 ... Buzurjumhur Hakim pun pergi pula ke kedai orang merendang daging kambing, lalu ia berkata: "Beri apalah daging kambing
10:7 ... kambing rendang ini barang segumpal." Sahut orang merendang
itu, "Berilah harganya dahulu." Maka kata Khoja Buzurjumhur,
Kelahiran rendang tak luput dari pengaruh beberapa negara, misalnya
bumbu-bumbu dari India yang diperoleh melalui para pedagang Gujarat,
India. Karena diaduk terus-menerus, rendang identik dengan warna hitam
dan tidak memiliki kuah.
Rendang kian termahsyur dan tersebar luas jauh melampaui wilayah aslinya berkat budaya
merantau
suku Minangkabau. Orang Minang yang pergi merantau selain bekerja
sebagai pegawai atau berniaga, banyak di antara mereka berwirausaha
membuka
Rumah Makan Padang
di seantero Nusantara, bahkan meluas ke negara tetangga hingga Eropa
dan Amerika. Rumah makan inilah yang memperkenalkan rendang serta
hidangan Minangkabau lainnya secara meluas.
Rendang juga menjadi makanan yang disajikan khusus untuk hari raya
Idul Adha. Banyaknya daging kurban membuat masyarakat Padang
berlomba-lomba memasak rendang.
Jenis
Rendang disajikan bersama daun singkong, telur dadar, dan kuah gulai dalam sajian Nasi Ramas Padang.
Dalam memasak daging berbumbu dalam kuah santan, jika ditinjau dari kandungan cairan
santan, sebenarnya terdapat tiga tingkat tahapan, mulai dari yang terbasah berkuah hingga yang terkering:
Gulai — Kalio — Rendang.
[9]
Dari pengertian ini rendang sejati adalah rendang yang paling rendah
kandungan cairannya. Akan tetapi secara umum dikenal ada dua macam jenis
rendang: rendang kering dan basah.
Rendang kering
Rendang kering adalah rendang sejati dalam tradisi memasak Minang.
Rendang ini dimasak dalam waktu berjam-jam lamanya hingga santan
mengering dan bumbu terserap sempurna. Rendang kering dihidangkan untuk
perhelatan istimewa, seperti upacara adat, kenduri, atau menyambut tamu
kehormatan. Rendang kering biasanya berwarna lebih gelap agak coklat
kehitaman. Jika dimasak dengan tepat, rendang kering dapat tahan
disimpan dalam suhu ruangan selama tiga sampai empat minggu, bahkan
dapat bertahan hingga lebih dari sebulan jika disimpan di kulkas, dan
enam bulan jika dibekukan. Beberapa kalangan berpendapat bahwa citarasa
rendang asli Minang adalah yang paling lezat dan tiada dua — jauh
berbeda dengan rendang di sejumlah kawasan Melayu lainnya.
[6]
Rendang basah atau Kalio
Rendang di Belanda adalah kalio yang masih basah berkuah.
Rendang basah, atau lebih tepatnya disebut
kalio, adalah
rendang yang dimasak dalam waktu yang lebih singkat, santan belum begitu
mengering sempurna, dan dalam suhu ruangan hanya dapat bertahan dalam
waktu kurang dari satu minggu. Rendang basah berwarna coklat terang
keemasan dan lebih pucat.
Rendang juga dikenal di negara tetangga, seperti Malaysia dan
Singapura. Rendang yang ditemukan di Malaysia lebih mirip
kalio,
berwarna lebih pucat dan basah dengan citarasa yang tidak begitu kuat.
Rendang Malaysia yang disebut rendang kelantan dan rendang negeri
sembilan memiliki perbedaan dengan rendang Indonesia. Proses memasak
rendang di Malaysia, lebih singkat dan melakukan pengentalan bumbu
dengan dicampur
kerisik
(kelapa parut yang disangrai), bukan dengan proses pemasakan dengan api
kecil dalam waktu yang lama. Karena keterkaitan sejarah melalui
kolonialisasi, rendang juga dapat ditemukan di
Belanda, juga dalam bentuk kalio, tetapi umumnya disajikan sebagai salah satu bagian dari lauk-pauk
Rijsttafel.